Jumat, 15 November 2013

Toleransi, Pengertian, Peka, Terbuka.

Liburan. Jalan-jalan. Mungkin hampir semua orang suka. Tapi mungkin ada juga sebagian orang yang nggak suka liburan. 

"Baru pulang dari mana? Sendiri? Ada sodara disana?."
"Ngga ada."
"Ih, ngapain. Sendirian lagi."

"Kok cuma 2 hari disininya?"
"Iya, cuma bisa libur 2 hari."
"Ngabisin duit aja. Mending tadi seminggu"

"Kok ke sana lagi? Kan dulu udah pernah."
"Ya gapapa."
"Mendingan ke tempat lain. Orang udah pernah."

Memang sih, kalo mau jalan-jalan pasti harus ngeluarin duit ekstra. Terutama untuk nginap sih biasanya yang gede. Untungnya saya join di sebuah situs yang bisa request untuk tinggal dan nginap sementara di rumah atau kosan orang yang sama-sama join di situs tersebut. Kita bisa share apapun. Setelah gabung di situs ini saya lebih berani pergi kemana-mana sendiri. Soalnya saya nggak akan sendiri, saya ada temennya disana. Dan saya menjadi orang yang lebih toleran, pengertian, peka, dan terbuka.

Kalo selama ini di lingkungan yang ini-ini saja, kita punya teman yang itu-itu saja, dan mau deket ke orang lain susah, soalnya setiap orang udah punya kelompok-kelompok masing-masing yang punya rahasia bersama dan nggak semudah itu untuk nyambung ke kelompok tersebut. Apalagi saya termasuk orang yang tertutup, kurang bisa masuk ke orang baru. Tapi kalo kita jalan-jalan sendirian, nggak ada temen yang kenal, adanya temen yang baru kenal semua, kita jadi membuka diri, karena kita butuh teman. Saya jadi membuka diri ke mereka-mereka teman baru saya, saya ketemu orang-orang baru yang berlatarbelakang beragam. Kalo di kampus saya cuma ketemu teman-teman yang kebanyakan berasal dari Bandung dan sekitarnya dan Jakarta. Jadi kalo nggak orang Sunda ya orang Jakarta, trus sama-sama mahasiswa. Beberapa kenalan ada yang kuliah di dua tempat sekaligus dengan bidang yang sama sekali berbeda, beberapa kenalan ada yang aslinya dari angkatan diatas saya karena beberapa hal, beberapa kenalan ada yang sambil kerja, beberapa kenalan ada yang punya usaha sendiri, sebatas itu keberagamannya. Begitu saya keluar kota, ketemu orang-orang baru, yang memang benar-benar beragam. Ada yang pelukis, ada yang kerja di bidang advertising dan media, yang bener-bener saya nggak ngerti, ada yang pernah kerja di manajemen mall, ada yang arsitek, ada yang tukang ojek, ada yang penulis, ada yang orang kantoran, ada yang di koran, ada yang di supplier wine, ada yang sommelier, ada yang fotografer. Beragam. Dan biasanya saya yang paling muda di kelompok. Jadi saya banyak belajar dari mereka-mereka yang punya pengalaman lebih banyak dengan latar belakang bidang yang beragam. Itu semua membuka mata saya. 

Beberapa teman yang saya temui punya beda-beda. Misalnya beda agama, beda suku, beda negara. Saya sih udah biasa sama yang beda agama dan beda suku, soalnya keluarga saya juga banyak yang beda-beda, jadi saya udah terbiasa toleran, dan nggak sempit sudut pandangnya. Ketemu orang yang beda-beda itu bikin saya tambah toleran juga.

Sekarang saya merasa saya lebih terbuka dan lebih ramah ke orang, suka senyum, dan memasang muka friendly. Dan entah cuma perasaan saya aja, atau emang dunia menjadi lebih bersahabat, orang-orang menjadi lebih ramah juga ke saya. Mungkin sebenarnya dunia nggak berubah, cuma saya yang berubah menjadi lebih terbuka dan ramah. Iya, kita nggak bisa minta semuanya berubah ngikutin kita, kita juga yang harus berubah. Nggak mungkin Semua orang salah, cuma kita sendiri yang benar. Mungkin emang ada yang kurang dari kita, ada yang harus diubah. 

Saya juga beberapa kali nginap di rumah orang baru yang bener-bener baru dan asing. Saya berusaha peka liat kondisi rumahnya, kondisi awal kamar yang akan saya tiduri. Saya peka dan sadar dan tau. Tanpa ada saya disini, orang ini sudah punya aturan sendiri untuk rumahnya. Maka saya pun sadar, saya nggak boleh sesuka hati. Saya selalu beresin tempat tidurnya lagi sebelum keluar kamar, nggak ninggalin sampah di kamar mandi ataupun di kamar, dan selalu bilang kalo make sesuatu meskipun itu cuma tisu dan sepencetan sampo. "Mbak, maaf ya tadi aku pake tisu sama samponya mbak." Aku juga pernah disuruh sarapan, abis makan aku langsung ke dapur dan cuci piring sendiri dan beberapa piring yang memang sebelumnya ada di wastafel. Trus aku juga ngobrol dan mencoba akrab ke keluarganya. Karena tujuan saya bukanlah sekedar numpang tinggal untuk menghemat uang. Saya butuh teman baru, orang baru. 

Waktu nginap di model kosan, aku suka nyapuin kosannya. Nggak berat. Biasa aja. keringetan juga nggak. Trus peka dan pengertian juga kalo saya diajak jalan-jalan, suka sharing bensin, dan tiket masuk wisata, atau kalo memang yang ngajak saya jalan-jalan ngomong nggak perlu sharing bensin dan tiket masuk, seenggaknya saya suka bayarin parkir yang cuma seribu duaribu. Cuma nunjukin kalo saya bukannya minta digratisin, saya nggak berniat dibayarin dan ngerepotin. 

Sampe sekarang saya masih berteman baik dengan beberapa orang-orang baru yang saya temui pas jalan-jalan dan masih kontek-kontekan. Beberapa lainnya berteman biasa saja, karena baru ketemu sebentar, jadi masih belum terlalu akrab. 

Sekarang saya lagi nabung, buat pergi lagi, entah itu ke tempat baru, atau ke tempat yang udah pernah saya kunjungi sebelumnya. Saya nggak sabar ketemu orang baru lagi, di tempat asing yang nggak biasa lagi, dan belajar untuk toleran, pengertian, peka dan lebih terbuka.